Belajar Budaya Demokrasi dari Masyarakat Desa
Oleh Wayan Gede Suacana
Budaya demokrasi seperti yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat desa di Bali pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip demokrasi modern, khususnya demokrasi empirik/prosedural. Parameter dari budaya demokrasi tersebut meliputi adanya rotasi kekuasaan, keterbukaan sistem perekrutan pimpinan tradisional, keteraturan pergantian kedudukan pimpinan, penghargaan atas hak-hak krama, toleransi dalam perbedaan pendapat, dan akuntabilitas pemegang kekuasaan.
Lalu, tidaklah kita bisa menyerap sebagian nilai-nilai kearifan lokal tersebut untuk praktik demokrasi modern saat ini?
Praktik kehidupan berdemokrasi yang ditunjukkan oleh para politisi dan pejabat publik masih identik dengan wilayah pragmatisme dan oportunisme. Hal ini terkait banyaknya kasus penyelewengan kewenangan publik, direduksi menjadi kepentingan sendiri, atau partai politik.
Cara berdemokrasi seperti itu dapat menimbulkan sejumlah persoalan yang kompleks. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan cara-cara bijak untuk mengorganisasikan pemerintah dan pengalaman praktis mengelola kepentingan publik sesuai tempat, waktu dan kondisi masyarakat. Cara-cara bijak yang dimaksud biasanya ada dalam nilai-nilai kearifan lokal dalam budaya demokrasi masyarakat setempat, yang merupakan keseluruhan pengalaman sosial budaya yang membentuk pola ciri kehidupan demokrasi masyarakat.
Budaya demokrasi dengan beberapa parameternya yang disebutkan di atas juga masih tetap hidup dan dipraktikkan dalam kehidupan desa di Bali. Penerapan nilai-nilai budaya demokrasi di desa itu tidak berarti tanpa persoalan.
Dengan berpegang pada pengertian multikulturalisme, semua lapisan masyarakat dengan aneka latar belakang suku, agama, ras dan etnis agar “terlibat, mempertanyakan dan mempelajari” demokrasi sehingga lebih mampu menangkap sifat dinamis dan sinergis dalam interaksi multikultural yang murni.
Dengan begitu, penerapan nilai-nilai budaya demokrasi tersebut juga perlu diwaspadai agar tidak kontraproduktif dan menimbulkan dampak yang tidak sejalan dengan semangat multikulturalisme, serta penghargaan terhadap perbedaan dalam bingkai negara kesatuan Bhineka Tunggal Ika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar